Comodo SSL
News Photo

PENDAKIAN GUNUNG MERBABU VIA SELO

  • Gunung Merbabu

Gunung Merbabu adalah gunung berapi yang bertipe Stratovulcano yang terletak secara geografis pada 7,5° LS dan 110,4° BT.Gunung ini pernah meletus pada tahun 1560 dan 1797. Dilaporkan juga pada tahun 1570 pernah meletus, akan tetapi belum dilakukan konfirmasi dan penelitian lebih lanjut. Gunung Merbabu merupakan gunung tertinggi nomor tiga di Jawa Tengah setelah Gunung Slamet dan Gunung Sumbing.

Gunung berketinggian 3.145 mdpl ini berada di tiga kabupaten di Jawa Tengah, yaitu Magelang, Boyolali, dan Semarang. Pintu masuk alias titik awal mendaki Gunung Merbabu juga bisa melalui tiga kabupaten ini. Ada lima jalur pendakian resmi yang dibuka untuk mendaki Gunung Merbabu. Yaitu jalur Selo-Boyolali, Suwanting-Magelang, Wekas-Magelang, Cuntel-Semarang, dan Thekelan-Semarang.

Untuk pengembaraan kali ini kami memilih jalur Selo karena jalur ini merupakan jalur yang cukup landai, dan terdapat RFID. Jalur via Selo tidak terdapat sumber air, maka dari itu para pendaki diharuskan membawa persediaan air minimal 3 botol berukuran 1,5L per orang. Jalur via Selo ini memiliki 5 pos yaitu Dok Malang, Pandean, Batu Tulis, Sabana 1, dan Sabana 2. Semakin atas, medan yang di lalui akan semakin sulit karena jalanannya yang berdebu dan banyak tanjakan yang tinggi sehingga sulit untuk dilalui

Letak Geografis

Secara geografis Gunung Merbabu terletak di tiga kabupaten di Jawa Tengah, yaitu Magelang, Boyolali, dan Semarang.

Gambar 2.1 Peta topografi Gunung Merbabu

Iklim dan Cuaca

Kawasan hutan Gunung Merbabu menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, Iklim schmidt ferguson merupakan tipe iklim yang ditentukan berdasarkan siklus data pada curah hujan di suatu wilayah.Termasuk iklim tipe B yaitu merupakan daerah gurun tropis dengan ciri curah hujan selalu kurang dari 25,4/tahun dan kisaran suhu 17-30º C dengan kelembaban sekitar 31,42%.

Flora di Gunung Merbabu

TNGMb memiliki 135 jenis flora yang terdiri dari 35 jenis pohon, 100 jenis tumbuhan bawah, 60 jenis tanaman obat, 57 jenis tanaman hias (Sumber : Statistik TNGMb, 2019). Dari beberapa jenis tersebut dipilih beberapa jenis yang menjadi spesies prioritas yang terdiri dari jenis saninten (Castanopsis argantea), edelweiss (Anaphalis javanica), kemlandingan gunung (Paraserianthes lophantha) dan kesowo (Engelhardia serrata).

Fauna di Gunung Merbabu

Kekayaan jenis fauna yang dimiliki TNGMb terdiri atas: 3 jenis primata Rek-rekan (Presbytis comata fredericae), Lutung budeng (Trachypithecus auratus) dan Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis); 9 jenis herpetofauna; 121 jenis aves; 46 jenis kupu-kupu; 13 jenis mamalia; dan 9 jenis laba-laba. Jenis fauna langka dan dilindungi seperti: Kijang (Muntiacus muntjak), Landak (Hystrix javanica), Trenggiling (Manis javanica), Kucing hutan (Felis bengalensis), Elang jawa (Nisaetus bartelsi), Elang hitam (Ichtinaetus malayanensis), Bondol-hijau dada-merah, Kenari melayu, Celepuk jawa, Srigunting batu (Dicrurus paradiseus), Meninting besar (Enicurus leschenaultia), Ciung-batu siul (Myophonus caeruleus), Cabai jawa (Dicaeum trochileum) dan Kipasan belang (Rhipidura javanica).

Kehidupan Sosial dan Tradisi Budaya

1. Kehidupan Sosial

Kehidupan sosial masyarakat daerah Taman Nasional Gunung Merbabu sebagian besar masyarakat bermata pencaharian bertani dan berkebun. Selain itu masyarakat pun ada yang berprofesi sebagai guide dan porter untuk para pendaki. Di Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu ini juga banyak warga yang memiliki basecamp.

2. Tradisi dan Budaya

Masyarakat Jawa dalam kehidupan sehari-harinya selalu kental dengan tradisi atau adat. Tradisi tersebut umumnya berkaitan dengan siklus kehidupan manusia. Pelaksanaan tradisi ini bertujuan untuk menghormati, memuja, mensyukuri, dan meminta keselamatan pada leluhur. Beberapa jenis ritual yang ditemukan dalam masyarakat Selo, Boyolali seperti berikut ini:

a. Tradisi Penghormatan pada Leluhur

Tradisi penghormatan pada leluhur dalam masyarakat Jawa pada umumnya biasa disebut Sadranan. Sadranan berasal dari bahasa arab ”Shod’ron” yang artinya mendekatkan diri pada Allah. Tradisi dalam budaya Sadranan ini dipengaruhi oleh pemaknaan setiap yang hidup, suatu saat pasti mati atau meninggalkan dunia ini. Oleh karena itu, pada saat acara ini berlangsung, semua sanak saudara (keluarga) diharapkan mengingat kembali pada Allah sebagai maha pencipta dan maha pemberi kehidupan. Tradisi Sadranan atau nyadranan ini dilaksanakan setiap tahun, yakni pada tanggal 17 sampai 24, bulan Ruwah (Yahya, 2009).

b. Tradisi Tahun Baru Jawa

Tradisi peringatan tahun baru Jawa, biasanya dilakukan saat malam pergantian tahun dalam kalender Jawa. Tradisi ini biasa disebut Malam 1 Suro atau 1 Muharram, dengan nama lainnya adalah upacara sedekah gunung. Kegiatan ini menjadi salah satu simbol spiritual masyarakat Jawa. Peringatan Malam Satu Suro atau Suroan merupakan tradisi yang dilaksanakan setiap bulan Syuro atau Muharram menurut hitungan dalam Islam yang dilaksanakan oleh masyarakat desa di Kecamatan Selo. Makna dalam tradisi ini adalah “ngalap berkah” artinya agar setiap usaha atau kegiatan yang dilakukan masyarakat Selo selalu mendapatkan berkah dari Tuhan.

c. Tradisi Syukuran Hasil Panen

Tradisi syukuran hasil panen atau selamatan dalam masyarakat Jawa merupakan suatu tradisi yang ditandai dengan adanya makan bersama. Makanan yang dimaksud sebelumnya telah diberi doa. Aturan kenduri lingkungan warga Selo dilakukan pada pagi hari di setiap kelompok RT. Masyarakat di setiap RT berkumpul di salah satu rumah yang telah ditunjuk dengan membawa tumpeng beserta pelengkapnya. Nasi tumpeng tersebut dikumpulkan menjadi satu untuk didoakan. Setelah selesai didoakan, nasi tumpeng dipilih sebanyak enam buah sebagai pengisi Jolen, sedangkan sisanya dibagikan kembali kepada masyarakat dalam satu RT secara merata untuk dimakan atau dibagikan kepada warga.


Untuk artikel lengkap dapat dilihat pada link dibawah

Artikel Lengkap


Share Artikel

Comment

Lihat kegiatan kami yang lebih update di IG